SUMENEP - Perwakilan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Tenaga Kesehatan (Nakes) dan non Nakes di Kabupaten Sumenep mendatangani DPRD, guna mengadukan statusnya yang selama ini bekerja hingga puluhan tahun, namun nasibnya tidak jelas bahkan dengan honor yang minim sekali.
Puluhan Nakes dan non Nakes yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Honorer Nakes dan non Nakes Indonesia (FKHNI) Kabupaten Sumenep itu, diterima oleh para wakil rakyat di Komisi IV DPRD setempat, Senin (03/10/2022).
Baca juga:
Birokrasi di Era 4.0 Tantang ASN Berkualitas
|
Usai pertemuan di Komisi IV DPRD yang juga dihadiri unsur Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Sumenep, perwakilan FKHNI, Achmad Sufrian, menyatakan, pihaknya bersama rekan-rekannya sekitar 1.238 orang TKS mengabdikan diri untuk negara melayani masyarakat sama dengan tugas ASN di sejumlah Puskesmas, namun hingga saat ini statusnya tidak jelas.
“Memang benar saat akan menjadi TKS kami diberikan form surat pernyataan tidak menuntut gaji dan diangkat PNS. Tapi bukan berarti kami tidak berharap, karena kami bekerja puluhan tahun nasib kami juga minta diperhatikan oleh pemerintah, ” ujarnya.
Diakui, jika ribuan TKS terdiri dari tenaga kesehatan, bidan, perawat, apoteker, gizi dan sebagainya yang bekerja tidak mengenal waktu dengan statusnya yang tidak jelas tersebut, selama puluhan tahun mengabdi sangat tidak layak dengan hanya menerima bayaran ratusan ribu antara seratus hingga tiga ratus ribu Rupiah, bervariasi di masing-masing Puskesmas di Kabupaten Sumenep.
“Bahkan, dengan pekerjaan yang banyak risikonya hingga banyak yang gugur, juga ada TKS yang masa kerjanya dari 2006, sehingga sudah tidak memungkinkan mengikuti proses rekrutmen ASN karena faktor usianya, ” tandasnya.
Karenanya aspirasi dari para TKS yang ditemui Komisi IV DPRD Kabupaten Sumenep dan dari Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB), ada sinyal untuk diseriusi dengan menunggu sekitar dua minggu sesuai pernyataan dari Dinkes untuk memperjuangkan nasibnya.
Kemudian jika tidak ada kabar pihaknya akan datang lagi ke DPRD untuk opsi berikutnya yakni usulan agar dibuat Peraturan Bupati (Perbup) yang nantinya bisa digaji setidaknya sesuai Upah Minimum Regional (UMR) dari APBD.
“Jadi ada dua opsi yang menjadi tuntutan teman-teman TKS, yakni ingin legalitas bisa mengikuti tes seleksi P3K dan kedua jalan terakhir mendapatkan gaji sesuai UMK, ” tambahnya.
Sementara Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan (SDK) Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Sumenep, Moh. Nur Insan, menegaskan, jika pihaknya meminta waktu dua pekan untuk memperjuangkan para TKS dan berjanji untuk memberikan solusi terbaik bagi nasib TKS.
“Dari awal saya insya Allah sama pemikirannya bahwa teman-teman harus diperjuangkan menjadi pegawai P3K jadi tidak hanya sekedar Badan Layanan Umum (BLU), ” ujarnya.
Menurutnya, posisinya sebagai SDK sekaligus juga yang merasakan bagaimana nasibnya teman-teman TKS. Karenanya dengan pertemuan di Komisi IV DPRD Kabupaten Sumenep, mereka bisa diperjuangkan untuk masuk mengikuti tes P3K.
"Saya berjanji dua minggu dari waktu sekarang, karena beberapa waktu lalu Pak Kaban berjanji, bahwa ada berkas yang kemungkinan dibawa secara manual ke Jakarta dan itu akan kami kawal, " ujarnya.
Bahkan, Nur Insan menegaskan, jika BKPSDM misal ada halangan, pihaknya sendiri bakal datang ke Jakarta untuk membawa berkas itu. Tentang jumlah kebutuhan teman-teman P3K di Kabupaten Sumenep yang jumlahnya hampir 1.400 sekian itu akan dimasukkan supaya bisa ikut tes P3K.
"Jadi bukan untuk diangkat menjadi P3K, tapi adanya peluang untuk bisa ikut tes P3K, itu akan kami perjuangkan. Kemudian kesepakatan tadi saran dari Komisi IV menyampaikan, bahwa jalan terakhir kalau seandainya apa yang saya lakukan ini buntu 2 minggu ke depan, maka rekomendasi dari Komisi IV kepada Bupati untuk mengeluarkan Perbup, " paparnya.
Diakui selama ini, dari Surat Edaran (SE) Kemenpan RB paling mengunci kepada TKS ini adalah soal penggajian yang dipersyaratkan dari APBN atau APBD. Namun, pembayaran gaji teman-teman TKS selama ini bukan untuk belanja gaji, tetapi rekening yang dipakai adalah rekening belanja, seperti rekening belanja pengadaan barang jasa. Jadi itu di antaranya yang tidak memperbolehkan.
Sementara dari Dinas Kesehatan dan KB yang bisa masuk kemarin dan memenuhi persyaratan, hanya 30 orang tenaga honorer K2 dengan penggajian melalui APBD. Sedangkan bagi TKS ini, penggajian untuk belanja mulai pertama kesulitan karena memang tidak dianggarkan.
Sehingga, untuk mengakomotor teman-teman bagaimana agar mendapatkan bayaran dan segala macam, yang terpenting bagaimana berupaya memberikan gaji atau upah kepada teman-teman TKS.
"Jadi tidak peduli mau lewat rekening mana saja yang penting teman-teman bisa tetap dibayar, tidak hanya sekedar bekerja tapi tidak ada apa-apanya. Ya doakan saja semoga kita sehat dan bisa memperjuangkan mereka, " pungkasnya.
Senada juga disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sumenep, Abu Hasan, jika setelah ada pertemuan antara TKS dengan Dinas Kesehatan tersebut diharapkan memberikan harapan yang akan mengatasi permasalahan TKS.
“Bahkan, tadi sudah mau merekomendasikan untuk meminta Bupati agar memberikan kebijakan khusus terkait dengan nasib para TKS, ” jelasnya.
Menurutnya, sangat lucu ketika pemerintah mempekerjakan rakyatnya, tapi tidak diatur dengan formulasi gajinya. Sehingga, dari hasil pertemuan itu, akan ada dua pekan ke depan untuk dicarikan solusi.
“Jika dalam waktu dua pekan ke depan tidak ada hasil, kami Komisi IV akan mengeluarkan kebijakan politik, ” pungkasnya. (*)